Politik
dan kompleksitas permasalahan yang melingkupinya tentu senantiasa menjadi topik
yang menarik untuk dibahas, ditelaah, bagi mereka yang memiliki interese di
bidang ini. Sejak zaman Yunani dan Romawi klasik, misalnya, telah lahir begitu
banyak pemikir yang mencoba mengeksplorasi ide, meramu gagasan, dan pada
akhirnya menuangkan dalam tulisan telaah seputar dunia kehidupan berpolitik.
Mereka adalah para filsuf maupun politikus yang berusaha menyumbang bagi
zamannya gagasan aktual demi perkembangan negaranya.
Sehubungan
dengan interese di bidang ini, kita tentunya mengenal sederet “nama besar” yang
bisa disebutkan sejak zaman Yunani dan Romawi klasik hingga zaman kontemporer
ini. Namun dalam paper sederhana ini, saya lebih tertarik untuk mendalami salah
satu ide dari pemikir zaman Romawi klasik yang menurut hemat saya sangat
menarik untuk dibahas. Beliau adalah Marcus Tullius Cicero, yang dalam salah satu
tulisannya menelaah term “Republik” sebagaimana yang pernah digagaskan
sebelumnya oleh Plato dan dilanjutkan oleh muridnya Aristoteles. Seperti apa
dan bagaimana keunikan telaah “Republik” versi Cicero itu? Paparan berikut
adalah upaya untuk menjawabi pertanyaan sederhana ini.
II. KONSEP UMUM CICERO
TENTANG REPUBLIK
Dalam
telaah de Re Publicanya, Cicero sebenarnya banyak mempelajari ide-ide
terdahulu yang pernah mengupas term ini, khususnya ide Republik dari Plato.
Setelah membaca Republik karya Plato, Cicero akhirnya memahami bahwa konstitusi
politik dalam sebuah negara ideal memang pada dasarnya tidak akan bertahan
selamanya. Atau dengan kata
lain bahwa negara ideal bisa juga mengalami kemunduran.[1] Hal ini diperkuat dengan kenyataan
politik pada masanya di mana Republik Romawi tidak mungkin bertahan dalam
perang sipil yang terus berulang, yang menandai tahun-tahun kedewasaan Cicero.
Ia berpendapat bahwa konstitusi tradisional Republik secara intrinsik memang
merupakan konstitusi yang paling stabil yang pernah ada. Namun lebih lanjut, ia
menguraikan bahwa satu-satunya penyebab dari kelemahannya adalah korupsi dari
kelas penguasa.[2] Kenyataan inilah yang kemudian
membangkitkan gairah intelektual Cicero untuk menganalisa elemen-elemen
konstitutif Republik yang memberi stabilitas dan perdamaian untuk kota, serta
mendiagnosa kegagalannya, perihal sebab utama yang menjadikan Republik Romawi
terjebak dalam kemunduran.
III. MEMAHAMI DE RE PUBLICA VERSI CICERO
3. 1. Pengaruh
Plato Atas Cicero
Telaah de Re Publica Cicero
pada dasarnya masih mengikuti garis besar pemikiran Republic karya Plato, dengan menyediakan diskusi paralel tentang
definisi keadilan, asal-usul kota terbaik, prinsip-prinsip politik dasar,
pendidikan dan kehidupan setelah mati. Cicero juga mengadopsi dari Plato dua
prinsip fundamental yang masing-masingnya memperguncingkan bahwa stabilitas
adalah kriteria utama untuk keberhasilan Republik dan bahwa
perkembangannya bergantung kepada pendidikan dari para pemimpinnya.[3]
Meskipun ide Republic karya Plato sangat kuat mempengaruhi pemikiran Cicero,
namun itu tidak berarti bahwa Cicero mengadopsi tanpa kritis semua hal yang
ditandaskan oleh Plato. Sebagai misal, apabila menurut Plato pemerintahan suatu
negara akan menjadi lebih baik dan mendatangkan kebahagiaan hanya jika
kekuasaan dalam negara itu diserahkan kepada para filsuf (hanya filsuf yang
paling tepat untuk menjadi raja)[4], maka konsep ini dikritisi oleh Cicero
dengan menandaskan bahwa Republik yang baik dan berhasil sebenarnya lebih
ditentukan oleh elemen campuran dalam pemerintahan, yakni kepemimpinan bersama
oleh tiga konstitusi sekaligus: monarki, aristokrasi dan demokrasi.[5] Dalam tataran ini, Cicero selalu
menitikberatkan perhatiannya kepada Republik Romawi yang menurutnya bisa
mencapai masa kejayaan berkat elemen campuran dalam pemerintahan seperti itu.
3. 2. Tema-Tema
Pokok Dalam De Re Publica Cicero
De Re Publica Cicero pada
dasarnya ditulis mengikuti gaya penulisan Republic karya Plato.
Makdsudnya, telaah de Re Publica Cicero juga ditulis dalam bentuk
dialog, dengan tokoh utamanya adalah Scipio, Laelius dan Philus, negarawan
terbesar dan merupakan para pahlawan dalam Republik Romawi.
Dalam dialog de Re Publica
ini, Cicero coba menulis tentang Republik Romawi yang pernah mencapai puncak
kejayaan berkat elemen konstitusinya yang merupakan pemerintahan campuran dari
monarki, aristokrasi, dan demokrasi. Cicero juga secara ringkas menggambarkan
hal-hal pokok seputar pentingnya kebajikan aktif dalam hidup, yang merupakan
dasar dari komunitas, aturan kepemerintahan, dan konsep hukum alam,[6] di mana elemen-elemen nilai ini sangat
berpengaruh dalam menunjang keberhasilan sebuah Republik. Berikut ini adalah
garis besar pemikiran Cicero tentang de Re publica sebagai “hasil olah
pikir kritis-kreatif” dari ide Republik yang pernah ditulis sebelumnya.
3. 2. 1. Subyek
Republik
Subyek de Re Publica menurut
Cicero adalah “tentang kondisi terbaik dari kota dan warga negara terbaik”.[7] Cicero menguraikan ide tentang subyek
Republik ini dalam diskusi harian yang baginya atas beberapa tahap.
Diskusi hari pertama difokuskan
untuk menganalisa kondisi terbaik dari res publica. Diskusi ini kemudian
diuraikan lebih lanjut dalam dua buku, yang masing-masing bukunya mengusung
bahan diskusi tertentu.
Buku pertama mendiskusikan kekuatan
dan kelemahan tiga konstitusi sederhana Republik, yaitu demokrasi, aristokrasi
dan monarki. Tokoh utama buku ini, yakni Scipio berkesimpulan bahwa stabilitas
dapat dijamin dengan kuat bila ada campuran moderat dari ketiga tipe konstitusi
tersebut. Maksud diskusi hari pertama dalam buku pertama ini mau mengangkat
soal pembagian kekuasaan yang seimbang di antara ketiga institusi sederhana
itu.
Selanjutnya, buku kedua dari diskusi
hari pertama menggambarkan sejarah pertumbuhan Roma sampai pada titik di mana
Roma menjadi contoh dari konstitusi campuran yang terbaik. Dengan demikian
Republik Romawi menyediakan bantuan visual untuk melengkapi analisa diskusi
hari pertama dalam buku pertama dan kedua.
Diskusi hari kedua secara spesifik
mulai berkutat pada perihal membentuk fondasi bagi berkembangnya res publica
dan para pemimpinnya, dan juga mendiskusikan soal keadilan dan sifat manusia.
Diskusi hari ketiga, sebagai diskusi
penutup, melengkapi penjelasan dari warga negara terbaik, yang meliputi topik
pendidikan negarawan dan tindakannya yang tepat dalam masa krisis. [8]
Uraian dalam diskusi-diskusi harian
ini secara sederhana dapat
dimengerti lebih lanjut dalam rangkuman berikut.
3. 2. 1. 1.
Tentang Kondisi Terbaik Dari Kota
Analisa tentang kondisi terbaik dari
kota sebenarnya dapat ditemukan dalam diskusi hari pertama yang menekankan
pentingnya konstitusi campuran yang moderat. Cicero sependapat dengan sejarawan
Yunani, Polybius, yang dalam karyanya Histories memuat analisis tentang
bentuk pemerintahan Romawi yang telah terbukti kemampuannya untuk bertahan
lama. Dalam analisis itu, Polybius menguraikan tentang perihal pembagian
kekuasaan, misalnya konsul memegang kontrol tertinggi atas perang; senat
mengontrol keuangan; sedangkan kekuatan rakyat memberikan penghargaan dan
menjatuhkan hukuman. Dengan
analisis ini, maka dapat dilihat bahwa tiga bagian dari res publica
bekerja sama satu sama lain. Oposisi dari dua kelompok akan mencegah setiap
kelompok yang akan bertumbuh terlalu kuat dan terlalu arogan karena
masing-masing bagian memerlukan persetujuan dari dua bagian lainnya agar
berfungsi.[9]
Cicero sangat meminati konstitusi
campuran sebagaimana yang dianalisis oleh Polybius dan menambahkan pula bahwa
agar bagian-bagian konstitusi campuran itu tetap stabil, maka masing-masing
bagian harus memelihara elemen nilai yang menjadi kode etik tugasnya. Dalam
tataran ini, Cicero memaksudkan bahwa setiap elemen konstitutif Republik
hendaknya memperhatikan “porsi” kuasa masing-masing dan bertindak sambil
memperhatikan azas keadilan dalam setiap kebijakan yang harus diambil. Dengan
demikian, konsul memberikan Roma elemen kerajaan dengan melaksanakan kekuasaan
eksekutif (imperium); senat menyediakan dewan aristokratik yang bijaksana untuk
menawarkan nasihat atas kebijakan (consilium); sedangkan rakyat yang memilih
mahkamah dan mengesahkan undang-undang. Rakyatlah yang menurut Cicero memiliki
kebebasan yang sebenarnya (libertas).[10]
Dari ringkasan sederhana ini, maka
bisa dilihat bahwa pada dasarnya imperium,
consilium dan libertas adalah elemen-elemen kunci yang menurut Cicero sangat
penting dalam sebuah Republik. Dengan berpegang teguh pada elemen nilai yang
menjadi kode etik tugas yang harus diemban dan azas keadilan yang menjadi motif
utama dalam berpikir dan bertindak, maka sebenarnya masing-masing bagian
konstitutif Republik itu telah menciptakan stabilitas kota yang baik bagi
pertumbuhan dan perkembangan sebuah Republik. Itulah kondisi terbaik dari kota
yang pernah diperlihatkan Republik Romawi pada masa kejayaannya.
3. 2. 1. 2.
Tentang Warga Negara Terbaik
Diskusi tentang warga negara
terbaik, oleh para komentator lebih dititikberatkan pada diskusi tentang
konstitusi karena hilangnya sebagian diskusi yang relevan. Dalam telaah ini,
Cicero sangat menekankan etika politik di mana ia identikkan dengan sistem
politik. Kelangsungan sistem politik sangat bergantung pada etika politik:
negarawan memelihara kota dengan keputusan yang bijaksana dan contoh moral.
Dialog ini ditulis dengan maksud untuk mempengaruhi para aristokrat yang
menjadi sandaran stabilitas mores dan consilium Roma: moribus
antiques res stat Romana virisque.[11]
Warga negara terbaik tentunya harus
mengenal sepenuhnya prinsip-prinsip tertinggi dari keadilan. Fungsi keadilan
dalam pemahaman Cicero adalah untuk memelihara masyarakat, khususnya masyarakat
res publica. Sebab itu, obyek Cicero yang terpenting adalah bukan
mendiskusikan konstitusi kota, tetapi tentang pendidikan dan etika dari para
pemimpin de Re Publica. Bagi Cicero, segelintir orang berkuasa dengan
terhormat bukan karena mereka adalah pejuang, atau bangsawan, atau bahkan
karena orang kaya, melainkan terutama karena kebijaksanaan dan kebajikan.[12]
Lebih lanjut, Cicero juga mengeksploitasi doktrin Plato tentang imortalitas
jiwa untuk memperkuat cita-citanya akan pengabdian patriotik dalam Republik.
Hal ini dilukiskan dalam “mimpi Scipio”, tokoh utama dialognya, di mana Scipio
bertemu dengan kakeknya, Jenderal besar Scipio Africanus sang tetua, yang
membawanya jalan-jalan ke langit. Hakikat dari mimpi pertemuan itu sebenarnya
mau mengartikulasikan bahwa ganjaran bagi negarawan yang setia adalah surga
sebagaimana yang sudah dialami oleh kakek Scipio.[13] Karena itu, pengabdian patriotik adalah
opsi utama yang harus dimiliki oleh warga negara terbaik, terutama oleh para
pemimpin de Re Publica.
3. 2. 2. Sifat Res
Publica: Negara Hukum
Arti terdalam dari res publica menurut
Cicero adalah pemerintahan yang stabil, yang menghormati dan mengutamakan
hukum. Negara pada dasarnya merupakan perkumpulan orang banyak yang
dipersatukan melalui suatu aturan hukum berdasarkan kepentingan bersama. Untuk
itu, dalam menjalankan hukum, negara harus berpedoman kepada hukum alam dalam
memajukan kepentingan umum.
Menurut Cicero, hukum yang benar akan memuat tentang perintah-perintah
untuk melaksanakan kewajiban dan berpaling dari perbuatan jahat dan
larangan-larangan. Hukum itu bersifat abadi dan tak berubah, yang akan sesuai
untuk semua bangsa dan setiap waktu. Dengan kata lain, hukum yang sejati adalah
akal yang benar, sesuai dengan alam, sehingga ia dapat dipergunakan secara
universal, tidak berubah-ubah dan kekal.[14]
Hukum alam dalam pemahaman Cicero juga berarti suatu partisipasi dalam budi
Tuhan sendiri. Menurutnya, budi Tuhan menyatakan diri dalam hidup bersama
manusia melalui hukum alam. Bila hukum alam ini merupakan pernyataan budi
Tuhan, maka hukum alam bersifat menentukan apa yang adil dan apa yang tidak
adil di antara manusia dan di antara sesama makhluk di dunia. Karena alasan
yang sama, maka hukum alam itu harus bersifat abadi, yakni harus berlaku di
mana-mana bagi semua orang atau bangsa dan setiap waktu.[15]
3. 2. 3.
Korupsi Sebagai “Biang” Kemunduran Republik
Menurut Cicero, kemunduran res
publica pada dasarnya lebih disebabkan oleh korupsi sebagaimana nyata
terlihat dalam kemunduran Republik Romawi. Cicero memperingatkan bahwa korupsi
sebagai “biang” kemunduran res publica umumnya dilakoni oleh kelas
penguasa di mana mereka tidak lagi memperhatikan elemen nilai kode etik tugas
masing-masing dan cenderung kepada konspirasi atau arogansi dalam mengambil
kebijakan publik.
Berhubungan dengan hal ini, maka
Cicero sangat menekankan nilai moralitas para penguasa, terutama moralitas
golongan aristokratik. Tugas kelas ini pada hakikatnya adalah pelayanan publik,
dan terutama sebagai dewan penasihat. Namun godaan besar bagi golongan ini,
yaitu adanya upaya untuk mencari ketenaran dengan cara menghasut peperangan.[16] Godaan ini tentunya berimplikasi pada
kemunduran res publica karena kebijakan publik didominasi oleh satu
kelas penguasa dan cita-cita luhur pembagian kekuasaan yang moderat akhirnya
tidak lagi diperhatikan. Sehingga dengan demikian, konspirasi dan arogansi
dalam bertindak menyusup masuk dalam res
publica, yang akhirnya dapat melenyapkan res publica itu sendiri.
IV. PENUTUP
Telaah Republik atau de Re
Publica atau res publica versi Cicero pada dasarnya merupakan suatu
“hasil olah pikir kritis-kreatif” dari ide Republik sebelumnya, yang pernah
digagaskan oleh Plato dan kemudian dilanjutkan oleh muridnya Aristoteles.
Berbeda dari Plato dan Aristoteles, Cicero dalam telaahnya lebih menekankan
elemen campuran dalam pemerintahan dan menetapkan syarat-syarat penting bagi
pertumbuhan dan perkembangan Republik.
Telaah Republik versi Cicero tentunya juga lebih komprehensif bila
dibandingkan dengan telaah-telaah Republik sebelumnya yang masih bersifat
imajiner. Republik Romawi adalah bantual visual yang signifikan bagi Cicero
karena menghadirkan image Republik terbaik yang pernah ada.
[5]“Cicero (106-43 B. C.)”, dalam http://www.iep.utm.edu/c/cicero.htm. Diakses: tanggal 15 Oktober 2007.
[14]“Aliran
Hukum Alam (Natural Law), dalam http://palomes.blogster.com/natural_law.html.
Diakses: tanggal 15 Oktober 2007.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar